Waktu.


Berbicara tentang waktu, aku punya banyak pengalaman, pun dirimu kiranya.
Waktu selalu menyuguhkan kejutan untuk kamu yang mengharapkan.
Berharap pada waktu layaknya berjudi di meja hijau, membuka dan menutup kartu bergantian.
Tidakkah kamu tahu, seberapa buruknya aku dalam perjudian waktu?

Masa lalu, masa kini, masa depan; tiga penggalan terpenting waktu.
Singgahlah, namun jangan berdiam lalu tinggal pada masa lalu.
Bersyukurlah, lakukan apapun yang menurutmu terbaik pada saat ini.
Berharaplah, perjudianmu belum berakhir hingga tercapai masa depan.

Jika waktu dipadukan dengan jarak, maka jadilah ujian yang sempurna.
Menguji setia, komitmen, percaya, dan segala kata yang pernah terucap.
Waktu tak pernah berbohong, ia selalu mengungkap kebenaran, meski tertutup.
Bagiku, hanya orang-orang yang tegar yang mampu membodohi waktu.

Tapi pernahkah kamu berada pada suatu waktu,
saat alam sekonyong-konyong menginginkanmu hilang sadar,
dimana per satuan detik terasa menyiksamu lebih dari apapun,
dan waktu berjalan amat lambat seakan mereka menertawakanmu,
seolah kamu hanya ingin bumi menelanmu tanpa sisa?

Ya,
aku pernah.
Serta terimakasih kepada waktu,
yang telah mengajariku menunggu.

(13/11/13)

Memories.


Kenangan ada karena sesuatu yang telah berakhir.
Sesuatu yang mengenang dan pantas untuk dikenang.
Entah pahit atau manis, entah diharapkan atau tidak.


Aku kira, aku cenderung menyimpan kenangan yang pahit dikepalaku. Kenangan yang tidak diinginkan oleh kebanyakan orang. Sepengalamanku, moments yang tidak pantas menjadi kenangan selalu berakhir dengan sangat tidak ramah. Ya, yang selalu berakhir menjadi kenangan pahit.

Tapi aku suka, aku menyukainya. Aku suka melukai diriku dengan semua kenangan itu. Aku suka membuat hatiku berada pada titik terlemahnya. Kenangan yang harusnya aku lupakan, selalu aku putar lagi dan lagi sehingga aku tahu mengapa sesuatu itu menjadi kenangan, bagaimana mulanya dan apa sebabnya. Hingga memenuhi kepala. Hingga sejadi-jadinya mata ini menangis. Namun, ini bukan usaha dari mendzalimi diri sendiri, bukan.

Aku bodoh? Memang. Jangan tanya aku mengapa aku suka melakukan ini. Tanya pada dirimu. Tokoh utama dalam kenangan pahitku. Tapi setelah semuanya, aku berterimakasih kepada kamu, serta kenangan pahit yang telah kamu beri.

(12/10/13)


Hurt.

Siapa yang mengira, jika luka masih menganga.
Tak dapat mengatup, selalu perih.

Ialah kamu, sebab dari setiap celahnya.
Dipenuhi kemunafikan pada setiap inci.

Aku tak menyesal sebab bahagiku menjadi sebab bahagia orang lain.
Kamu, sekonyong-konyong menjadi bagian dari bahagianya.

Menyayangi dan mempercayai, itu penyesalanku.
Kebodohan yang entah bagaimana dapat terjadi.

Aku mohon, jangan lakukan hal yang sama pada siapapun itu.
Tolong, berbahagialah untukku dengan siapapun setelah aku.

Akan kulakukan apapun untuk mengatupkan lukaku, sendiri.

(05/10/13)





Hi, how's life?

Apa kamu pernah menjanjikan sesuatu hal pada seseorang?
Apa kamu pernah dijanjikan sesuatu hal oleh seseorang?

Aku yakin, pernah.

Banyak orang menjanjikan ini itu, banyak orang mengingkarinya.

Ngga usah jauh-jauh, dari hal kecil, seperti; janji datang tepat waktu, sampai hal yang entah bisa ditepati atau engga, seperti; iya, aku janji akan selalu ada buat kamu, atau; aku janji ngga akan ngulangin itu lagi. Hahaha... ditelingaku terdengar seperti janji yang kosong.

Dikecewakan oleh sebuah janji yang teringkari sudah menjadi barang wajar, kan? Hanya tinggal bagaimana kita menyikapinya. Percaya lagi? Asal kamu tahu, aku sudah sering percaya, sesering itu juga aku dikecewakan.

Rasanya tuh, seperti; ingin memaki-maki, geram, gusar, kesal, and so on. Tapi ya bisa apa? Kan udah diingkari. Dan aku selalu engga ngerti sama jalan pikiran orang yang melupakan janjinya. Hellooo, is it too easy to forget your promise(s)?

Jangan muluk-muluk, deh. Kalau emang kalian ragu atau ngga tau sanggup apa engga, sangat amat disarankan sebaiknya jangan mengeluarkan kata janji dari mulut. Imbasnya kalau kalian engga bisa tepati itu banyak, bahaya.

Mulai dari mengecewakan seseorang, menendang kepercayaan seseorang pergi, membakar emosi seseorang, atau yang lebih parah dipertanyakan oleh Tuhan di akhirat kelak. Seram?


Think again.

(16/08/13)

Mati rasa.

01 September 2011, lucu ya aku masih mengingatnya?
Kalau tetiba detak jam memutar terbalik, aku tak ingin melakukan apapun di tanggal itu.
Kalau tetiba detak jam memutar terbalik, kau adalah satu-satunya orang yang tak ingin ku kenal.
Kalau tetiba detak jam memutar terbalik, kita adalah hal yang tidak ingin ku temui, dibagian manapun.

Aku masih ingat saat pertama kita kenal, saling menyapa di sebuah jejaring sosial.
Aku masih ingat saat pertama kita kenal, sapamu, candamu, suaramu, terngiang jelas.
Aku masih ingat saat pertama kita kenal, telepon tiga jam tengah malam itu, ingat?

Sekitar kurang lebih lima bulan, kita berjalan tanpa status. Menurutku saat itu, apalah arti status kalau bisa terus merasakan manisnya “kita”. Namun, berkali-kali kamu mencoba membuat perjalanan itu menarik, berkesan dan bermakna dengan memunculkan sebuah status diantara “kita”. Akhirnya, 25 Januari 2012, “kita” semakin jelas. Aku sempat heran, hubungan ini terbuat dari 100% gula asli atau pemanis buatan, ya? Aku belum pernah merasakan rasa manis yang seperti itu sebelumnya.

Tapi layaknya sebuah hubungan, ada wahana-wahana yang membuatku menangis di dalamnya, ada nyamuk-nyamuk nakal yang membuat penyakit diantara “kita”, ada persimpangan-persimpangan yang membingungkan untuk dilewati. Namun sesakit-sakitnya aku, rasa syukurku masih lebih besar.

30 September 2012, “kita” berada di persimpangan, yang kemudian memutuskan untuk berjalan sendiri-sendiri. Aku pernah berjanji padamu untuk tak kembali berjalan bersamamu, bukan? Naifnya, aku ingkar. Aku kembali mengulang kesalahan yang sama pada tanggal 28 Februari 2013. Aku memakan pemanis buatan yang kau suguhkan, aku merasa bodoh.

Kembali terulang, 09 Mei 2013, “kita” berada di persimpangan. Kali ini, bukan “kita” yang memutuskan, tapi kamu yang memaksa “kita” berjalan masing-masing. Tak akan kembali berjalan bersama, itulah janji yang masih aku pegang, hingga detik ini.

Enambelas bulan, bukan waktu yang terlalu singkat atau terlalu lama. Dalam enambelas bulan perjalanan “kita”, aku belajar mencintai seseorang mulai dari lebih hingga kurangnya. Sesungguhnya, aku merindukan banyak hal. Tentang kamu, tentang kita. Kebiasaan “kita” setiap hari, suara, bahu, pipi, senyum, mata, semua hal tentang dirimu. Senyum itu, mata cokelat itu, hanya kamu tuannya.

Sekarang, aku belajar merelakan. Aku ikhlas, namun mengapa hati ini tetap kekeh menunggu perubahanmu? Asal kamu tahu, setelah berkali-kali memberitahu bahwa kamu tak akan pernah berubah, bahwa kebahagiaan yang dulu tak akan pernah bereinkarnasi lagi, hati ini tetap pada pendiriannya, tetap padamu.

Kalau kamu mau kejujuranku, sesungguhnya tak lagi kutemukan dirimu yang dulu. Aku bahkan tak kenal kamu yang sekarang, aku bahkan tak kenal “kita” yang sekarang. You’ve changed. Kamu tau hukum aksi-reaksi, kan? Aksimu, perubahanmu, memberikan reaksi yang sama padaku, perubahanku. Kamu tahu? Aku bahkan tak kenal aku yang sekarang.

Aku sekarang buta rasa, kebal. Tak bisa membedakan mana sedih, mana senang. Mana luka, mana bahagia. Mana kejujuran, mana kebohongan. Bisa kamu jelaskan mengapa aku begini?

Mungkin aku sudah terlalu biasa, sudah menjadi barang wajar bagiku menerima sedih, senang, luka, bahagia, jujur atau bohong darimu. Aku sudah terlalu kebal, perasaanku telah mati. Bahkan, aku hanya mampu berdiam diri saat kamu membuatku sedih, menggores luka, atau berbohong padaku, bahkan aku tak bisa meninggalkanmu setelah semua itu. Betapapun kamu tak akan mengerti bahwa, aku sedang membunuh diriku perlahan, hanya untuk seonggok daging, yang bahkan masih kupegang tulang rusuknya.

What should I do? I’m lost.

(20/06/13)

Mencintaimu.

Aku kira, mencintaimu sangat sederhana,
sesederhana hujan mengkhianati langit
lalu mencumbu tanah.

Namun, nyatanya aku masih harus
menjalani serangkaian ujian,
untuk dapat tetap bertahan bersamamu.

Aku kira, mencintaimu sangat istimewa,
seistimewa pelangi yang setia menunggu
hujan bercumbu hanya untuk dapat terlihat.

Namun, nyatanya aku masih harus
menyederhanakan perihal yang besar,
masih untuk dapat tetap bertahan.

Ketahuilah, sayang.

Aku ingin mencintaimu dengan istimewa,
namun Tuhan memiliki cara
untuk menyederhanakannya.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
namun Tuhan membubuhi jarak dan rindu
untuk mengistimewakannya.

(31/03/13)

Kamu.

Alunan lagu yang berputar menerus,
memenuhi kepala kiranya.
Tetapi tetap saja,
kau tuan dari semua disana.

Aku punya keluarga,
aku bersekolah,
aku berkeperluan lain.
Tetapi tetap saja,
pikiranku penuh perihal dirimu.

Entahlah,
kelainan apa yang menjangkit
di kepalaku, sehingga
isinya hanya melulu tentangmu.

(31/03/13)

Who Am I?

Foto Saya
Aku punya tumpukan coretan yang akan kubagi denganmu.
Diberdayakan oleh Blogger.

.