Satukan kami, Tuhan.

Matahari masih bersemangat menyinari, membuat tenggorokanku terasa amat kering. Aku ingin pergi ke warung seberang, namun aku takut kalau-kalau kekasihku keluar dan menemukanku menghilang. Maka, aku putuskan untuk menunggunya di sebelah Rumah Ibadahnya.

Namaku Vegan, kuliah di salah satu universitas di Bandung. Aku sudah cukup lama berpacaran dengan Raka, kekasihku. Siang ini aku diminta untuk menjemputnya di sebuah Gereja. "Setelah aku selesai ibadah, kita makan diluar ya sayang.", katanya melalui pesan singkat.

Aku tak tau sampai kapan harus menjalani kisah terlarang ini. Aku tau Tuhan-ku dan Tuhan-nya berbeda, namun ia dapat meyakinkanku dengan sempurna. Raka selalu berkata bahwa kita --aku dan dia-- akan berada dibawah satu atap yang sah suatu hari nanti.

Rumah Ibadahku dan Rumah Ibadah Raka tak cukup jauh, hanya beberapa ratus meter. Aku baru saja selesai ibadah dan menengadahkan tangan seraya berdo'a. Aku yakin, Raka disana pun sedang menyulamkan jarinya sembari berdo'a. Mendoa'akan hubungan kami tepatnya.

***
"Mau makan apa?", tanya Raka.
"Samakan saja dengan pesananmu.", jawabku tanpa basa basi.
"Kamu kenapa lagi?"
"Tak apa, hanya sedang sedih memikirkan kita."
"Apa yang sedang kau pikirkan tentang kita? Menurutku kita baik saja."
"Ya, memang. Namun terbesit dalam benakku bahwa kita tak akan bisa bersatu suatu hari nanti."
"Entahlah, sayang. Aku yakin di atas sana Tuhan-mu dan Tuhan-ku tersenyum melihat dua makhluk-Nya yang teramat berbeda mencoba menyatukan perbedaan itu.", jawabnya sambil tersenyum.
"Apa kamu yakin?"
"Tentu saja, Dear. Aku percaya ada yang akan terkabul setiap kau menengadahkan tanganmu dan menyebut kalimat yang sama berulang-ulang. Pun begitu denganku dalam setiap jariku yang tersulam."

Aku hanya bisa tersenyum mendengar jawab demi jawaban yang terlontar dari mulut manis Raka. Aku harap Tuhan bisa menyatukan kami, dua manusia yang berasal dari Rumah Ibadah yang berbeda. Aamiin.

(21/12/12)

Gue nggak pernah tau persis apa arti dan akibat dari setiap keputusan yang gue ambil.
Tapi, yang gue tau pasti adalah alasan yang kuat buat melakukan itu.

Selama gue membuat keputusan selama itu juga penyesalan buru-buru berteman.
Gue nggak ngerti, apa yang salah dengan gue?

Apa gue nggak pantes buat mengambil sebuah keputusan?
Apa gue masih terlalu kanak buat tau resiko dari apa yang diputuskan?

Tapi selama gue berteman dengan penyesalan, gue nggak pernah putus asa--terlebih menyalahkan diri sendiri.
Gue selalu punya "alasan" yang merenggangkan pertemanan antar gue dan penyesalan itu.

Gue percaya apapun keputusan yang gue ambil, itu juga udah merupakan keputusan Allah yang terbaik.
Dan satu lagi kepercayaan gue, kalau bukan yang terbaik maka Allah nggak akan membiarkan gue mengambil keputusan itu dan membiarkan itu terjadi.

Akhirnya, gue masih kuat kok berteman dengan penyesalan itu, walau kadang gue sedikit mengadu.
Toh juga itu gue yang membuat dan gue juga yang harus menanggung.

Selalu yakin, kalau rencana dan skenario Allah selalu indah dan nggak pernah salah.
Let it flow. Aal izz well.

(16/12/12)

18.

Hai, aku telah mengupas habis buku yang kau beri. Buku tentang segala harapan dan kemungkinan. Taukah kamu apa yang kutemukan? Nihil. Lalu, sebuah pertanyaan melesat singkat sebelum aku sempat menutup buku. 

"Lantas aku apa? Siapa aku bagimu?"

Belum juga terjawab, lagi lain pertanyaan tumbuh.

"Haruskah aku berlari menujumu? Sedang kau perlahan mundur."

Ah, kau memang pecundang hati. Membiarkanku bergelantung di kelabu awan. Tak meninggi, tak merendah jua. Jangan benci aku saat keras kepalaku --mencari kita-- mencuat. Aku hanya hati yang mencari tempat bernaung dan kau menyediakan tapi tak lekas membuka pintu. Aku bukan mengadu, aku hanya terlalu capai mengetuk.


Secepat aku berimaji, secepat itu pula khayal burukku bertamu. Dalam benak, aku berkata.

"Mungkinkah aku dan kau seperti hompimpa dua kepala kemudian kau mencari pihak ketiga untuk menggenap?"

Ah, pergilah kau khayal buruk. Ia tak mungkin seperti itu. Namun bagaimana jika benar ia se-memuakkan itu? 

Biarlah. Kau berhak memilah yang hendak kau jadikan utama. Kau pun berhak membuka pintu itu bukan untuk wanita sepertiku. Dan sudah menjadi kewajibanku 'tuk terus mengetuk, lalu mati seiring waktu dan hidup kembali hanya untuk mengetuk, lagi.


Harapku sederhana; buka pintu itu. Lalu, genggam aku dalam jemari cintamu atau lepas aku dan buang dalam almari kenangan kita, dulu.

(12/12/12)

17.

Aku selalu merongrong, meraung, berdoa, agar Tuhan selalu meniadakan jarak ini. Tapi, apakah jika jarak ini hilang, lantas kita 'kan dekat? Aku yakin tidak.

Lihat saja, sudah terjalin "jarak" yang kian mengembang antara hatiku dan hatimu. Ah, aku memang hanya seorang yang berimaji, semua harap terjadi.

Dahulu, aku rajin dan diwajibkan membuatkanmu secangkir kasih sayang, dengan sesendok percaya, dan beberapa mili liter setia. Lalu, sekarang apa?

Aku merintih, bersedih, ditikami sekelompok rindu yang haus akan prolog cerita cinta kita. Lihatlah, rindu ini minta kau timang.

Aku sudah lelah, disambangi rindu tiap hari. Untung saja, mereka tidak membuncah, masih dapat kutahan tiap kali datang.

"Aku rindu kamu." Lalu kuhapus, kutulis lagi, kuhapus sekali lagi, begitu seterusnya, berulang-ulang, tanpa berani mengirim. Apa kau tahu itu? Aku yakin tidak. Ah, aku hanya menyita waktuku. 

(11/12/12)

16.


Aku yakin, hari ini aku akan tersenyum.
Tertawa bercanda bersama malaikatku.

Aku yakin, hari ini aku akan menangis.
Berlumur rindu sepi bersama bayanganmu.

Aku tak tau, tak pernah tau,
apa yang tlah dijanjikan Bima Sakti kepada para planet,
sehingga planet-planet masih mau menetap di dalamnya.

Sementara aku tau, sangat tau,
masih banyak, sangat banyak,
galaksi-galaksi lain di alam semesta.

Aku tak mengerti, tak pernah mengerti,
apa yang harus kujanjikan kepadamu,
sehingga kau dapat tetap diam disampingku.

Menjaga segalanya seperti sediakala.
Menjaga sekecil apapun hal yang aku beri padamu.

Sementara aku tau, sangat tau,
masih banyak, sangat banyak,
perempuan-perempuan lain disekitarmu.

(03/12/12)

Who Am I?

Foto Saya
Aku punya tumpukan coretan yang akan kubagi denganmu.
Diberdayakan oleh Blogger.

.