18.

Hai, aku telah mengupas habis buku yang kau beri. Buku tentang segala harapan dan kemungkinan. Taukah kamu apa yang kutemukan? Nihil. Lalu, sebuah pertanyaan melesat singkat sebelum aku sempat menutup buku. 

"Lantas aku apa? Siapa aku bagimu?"

Belum juga terjawab, lagi lain pertanyaan tumbuh.

"Haruskah aku berlari menujumu? Sedang kau perlahan mundur."

Ah, kau memang pecundang hati. Membiarkanku bergelantung di kelabu awan. Tak meninggi, tak merendah jua. Jangan benci aku saat keras kepalaku --mencari kita-- mencuat. Aku hanya hati yang mencari tempat bernaung dan kau menyediakan tapi tak lekas membuka pintu. Aku bukan mengadu, aku hanya terlalu capai mengetuk.


Secepat aku berimaji, secepat itu pula khayal burukku bertamu. Dalam benak, aku berkata.

"Mungkinkah aku dan kau seperti hompimpa dua kepala kemudian kau mencari pihak ketiga untuk menggenap?"

Ah, pergilah kau khayal buruk. Ia tak mungkin seperti itu. Namun bagaimana jika benar ia se-memuakkan itu? 

Biarlah. Kau berhak memilah yang hendak kau jadikan utama. Kau pun berhak membuka pintu itu bukan untuk wanita sepertiku. Dan sudah menjadi kewajibanku 'tuk terus mengetuk, lalu mati seiring waktu dan hidup kembali hanya untuk mengetuk, lagi.


Harapku sederhana; buka pintu itu. Lalu, genggam aku dalam jemari cintamu atau lepas aku dan buang dalam almari kenangan kita, dulu.

(12/12/12)

Leave a Reply

Who Am I?

Foto Saya
Aku punya tumpukan coretan yang akan kubagi denganmu.
Diberdayakan oleh Blogger.

.